artikel


KURIKULUM ,   Mengapa perlu pembaruan?

Oleh:  Muhammad Naim, S.Pd


Kualitas bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, damai terbuka dan demokratis. Oleh karena itu, pembaruan kurikulum harus selalu dilakukan untuk meningakatkan kualitas pendidikan Nasional
Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai melalui penataan kurikulum yang biik, sistimatis dan terarah. Upaya peningkatan mutu pendidikan itu diharapkan dapat menaikan harkat dan martabat manusia indonesia. Kurikulum harus adaptif terhadap perubahan zaman dan tuntutan dunia usaha dan lapangan kerja.
Memasuki abad ke-21 ini, keadaan SDM sangat tidak kompetitif. Menurut catatan Human Development Report tahun 2003 versi UNDP, peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas sumber daya manusia Indonesia berada diurutan 112. Indonesia berada jauh dibawah Filipina (85),Thailand (74), Malaysia (58), Brunei Darrussalam (31), Korea selatan (30), dan Singapura (28). Organisasi Internasional yang lain juga yang menguatkan hal itu, Third Matemathic and science study (TIMSS) melaporkan bahwa kemampuan matematika SMP kita berada diurutan 34 dari 38 negara, sedangkan kemampuan IPA berada diurutan ke-32 dari 38 negara, sementara International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada diurutan 38 dari 39 negara yang disurvei. Jadi, keadaan pendidikan kita memang memprihatinkan, untuk itu pembaruan kurikulum pendidikan nasional harus adilakukan.
Dalam konteks pembaruan kurikulum Pendidikan Naional , seharusnya ada tiga isu utama yang perlu dikembangkan yaitu peningkatan kualitas pembelajaran, efektifitas metode pembelajaran, dan peningkatan serta efektifitas penggunaan sarana dan sarana pembelajaran. Kurikulum pendidikan harus komp.rehensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan, tidak overload, dan mampu mengakomodasikan keberagaman keperluan dan kemajuan teknologi. Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan, dan secara garis besar harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif  di kelas, yang lebih memberdayakan potensi siswa. Ketiga hal itulah yang menjadi fokus pembaruan kurikulum di Indonesia.
Berbagai usaha telah dilakukan Depdiknas untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Salah satunya adalah pembaruan kurikulum. Saat ini pemerintah sedang menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP, 2006), sebagai penyempurnaan kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum berbasis kompetensi (KBK,2004), Pembaruan kurikulum harus dilakukan untuk merepons tuntutan terhadap kehidupan berdemokrasi, globalisasi, dan otonomi daerah. Di era yang akan datang, fungsi pendidikan diperluas  mencakup modal ekonomi, sosial dan politik; alat pemberdayaan kelompok yang kurang beruntung, landasan budaya damai dan sebagai jalan utama menuju masyarakat belajar sepanjang hayat.
Atas dasar pemikiran diatas, kurikulum perlu dikembangkan dengan pendekatan tingkat satuan pendidikan agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional. Sistem pendidikan nasional harus dapat merespons secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta tuntutan otonomi daerah. Dengan cara seperti ini, lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajaranya terhadap kepentingan daerah dan karateristik peserta didik serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Tuntutan dunia global dan otonomi daerah yang terus menerus berubah mendorong pemberlakuan penedekatan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP, 2006). Dengan kompetensi sebagai dasar pengembangan kurikulum, akan dijamin adanya fleksibilitas dalam pencapaian penguasaan kompetensi. Pendekatan itu menekankan identifikasi kompetensi dasar setiap bidang studi yang indikator indikatornya dapat membantu guru menentukan strategi dan teknik pengajaran. Di samping itu, kompetensi dasar dan indikator indikatornya akan membantu anak memahami apa yang harus mereka kuasai, menerapkan serta mengembangkanya pada dunia yang nyata.
Dilihat dari tujuanya, kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ingin memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi siswa. Siswa dibantu agar kompetensinya muncul dan dikembangkan semaksimal mungkin. Dengan KTSP siswa akan dibawa memasuki kawasan pengetahuan maupun penerapan serta pengembangan pengetahuan yang didapatkan melalui pembelajaran. Dengan demikian, kompetensi siswa (ablity, skill dan knowledge) akan berkembang melalui proses belajar mengajar.

Siswa lebih banyak menghafal dari pada menguasai keahlian”

Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menhafal fakta fakta, walaupaun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataanya mereka sering kali tidak memahami secara mendalam subtansi materinya. Pertanyaanya, bagaimana pemahaman anak terhadap dasar kualitatif dimana fakta fakta saling berkaitan dan kemampuanya untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru? Hal itu disadari benar oleh pemerintah.

sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersbut akan digunakan/dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat butuh untuk memahami konsep konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja” (Depdiknas,2002:1)

persoalanya sekarang adalah: (1) bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan didalam mata pelajaran tertentu, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep-konsep tersebut; (2) bagaimana setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh; (3) bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang slalu bertanya tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan dari apa yang mereka pelajari; dan (4)  bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkanya dengan kehidupan nyata sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya. Persoalan – persoalan itu merupakan tantangan bagi pengembang kurikulum. Persoalan – persoalan tersebut dicoba diatasi dengan penerapan suatu paradigma baru dalam pembelajaran dikelas yaitu pembelajaran kontekstual.


Pola pikir sentralistik, monolitik, dan uniformastik mewarnai pengemasan dunia pendidikan kita. Keputusa selalu dilaksanakan berdasarkan hirerki birokrasi. Kita melupakan bahwa indikator keberhasilan pendidikan adalah bahwa anak didik kta sejahtera, anak didik kita sejahtera jika aktivitas belajar menyenangkan dan menggairahkan.
Ada kecendrungan dalam dunia pendidikan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak ”mengalami”sendiri apa yang dipelajarinya, bukn ”mengethui”nya. Pembelajaran yang berorientasi trger penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ’mengingat’ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dan itulah yang terjadi di kelas – kelas sekolah kita sekarang. Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan yang dari karateristiknya memenuhi harapan itu. Sekarang ini pembelajaran dan pengajaran kontekstual menjadi tumpuan harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya menghidupkan kelas secara maksimal. Kelas yang hidup diharapkan dapat mengimbangi perubahan yang terjadi diluar sekolah yang demikian cepat. Pendekatan kontekstual sebagai pilihan untuk menhidupkan kelas agar siwa belajar dengan sesunggunya belajar, dan juga melalui pembelajaran kontekstual proses belajar diharapkan berlangsung alamiah.
Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil belajar. Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjangnya. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah sekaligus pembimbing.
Pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik disekolah maupun diluar sekolah. Selain itu siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk simulasi dan masalah yang memang ada di dunia nyata.



Penulis adalah guru SMAN 1 Wawo Kabupaten Bima